Senin, 06 Mei 2013

Uang Kau Membuatku Gila

Sedikit berbicara tentang uang, sedikit pula kita membahas tentang kekonyolan dan kegilaan uang di kehidupan ini kita bisa mengambil contoh seperti : Banyak masyarakat menghalalkan semua cara hanya untuk mendapatkan sebongkah uang misal mereka mencari pesugihanlah dan melakukan-lakukan hal-hal yang menyekutukan tuhan coba aja liat tentang kasus " Si Eyang melawan Muridnya ". Lucunya mereka begitu terhipnotis oleh uang kertas itu.

Aku juga tak munafik dengan keadaan ini fenomena " Uang adalah segalanya ", sempat dulu aku mimpi di indonesia hujan uang bro hampir gila aku semalam itu memikirkan fantasi tidur ku itu. Andai aja hujan air diganti hujan uang apa yang terjadi ya bro mungkin gak mungkin ada tuh namanya jualan bro mereka sama-sama memuaskan nafsu mereka mungkin dengan hasil hujan uang itu mungkin aku juga bro jika itu terjadi.

Mula dari itu aku ingin memberikan persepsi ku kepada teman-teman yang mampir membaca blog ku ini sekarang kita harus bisa menghargai uang bukan dengan menganggap nilai uang itu melebihi segalanya yang ada didunia. Memang benar kawan kita hidup itu untuk bertahan hidup dengan cara mencari pekerjaan agar mendapatkan uang untuk makanlah dan yang lain-lain.

Tapi sepatutnya kita bekerja dengan uang yang halal agar kita pun mendapatkan makan, minum dan lain-lainpun melalui uang yang bersih dan halal, saran lagi buat kawan-kawan alam sudah menyedikan semua keperluan dalam kehidupan kita itu sepatutnya kitalah yang menjaga dan merawatnya agar anak dan cucu kita dapat menikmatinya sob.

Jumat, 19 April 2013

Sistem Politik Republik Federal Jerman



1. Konstitusi Republik Federal Jerman

Undang-Undang Dasar RFJ yang bersifat sementara (Ubergangszeit) yang di buat pada tanggal 23 Mei 1949 (saat itu diputuskan oleh ?Dewan Menteri Wilayah Barat? yang dikepalai oleh Konrad Adenauer), menjadi dasar dan landasan terwujudnya satu peraturan kebebasan demokrasi untuk rakyatnya. Penduduk RFJ dituntut aktif untuk mewujudkan, mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan RFJ. Setelah Jerman bersatu kembali pada tahun 1990, tuntutan ini terpenuhi oleh karena itu selain ?Preambul? juga pasal (artikel) penutup UUD diperbaharui.

Pada tahun 1999 orang Jerman telah mempunyai pengalaman setengah abad dengan Undang-Undang Dasar mereka yaitu Grundgesetz. Pada jubileum ke-40 dari Republik Federal Jerman pada tahun 1989, Grundgesetz telah dinyatakan sebagai undang-undang dasar yang terbaik dan paling liberal yang pernah terdapat di bumi Jerman. Penerimaan rakyat terhadapnya melebihi sikap terhadap konstitusi Jerman yang manapun sebelumnya. Dengan Grundgesetz telah diciptakan sebuah negara, yang sejauh ini belum pernah dilanda krisis konstitusional yang serius.

Grundgesetz terbukti merupakan landasan yang kokoh bagi kehidupan suatu masyarakat negara demokratis yang stabil. Kehendak penyataun kembali yang terkandung di dalmnya terlaksana pada tahun 1990. Berdasarkan Perjanjian Unifikasi yang mengatur bergabungnya RDJ dengan Republik Federal Jerman, mukadimah dan pasal penutuf Grundgesetz mengalami penyusunan baru, dan kini menyatakan bahwa dengan bergabungnya RDJ maka rakyat Jerman sudah kembali memperoleh kesataunnya. Sejah tanggal 3 Oktober 1990 Grundgesetz berlaku untuk seluruh Jerman. 

2. Lembaga Pemerintahan

Sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi, RFJ berupaya keras untuk tidak mengulangi politik yang pernah diterapkan dan terjadi sesaat Hitler memegang kekuasaan. Oleh karena itu diupayakan adanya pembagian kekuasaan dan kewenangan yang jelas sehingga tidak dapat terulang lagi penyalahgunaan kekuasaan.

Dalam sistem demokrasi yang dianut oleh RFJ (demokratis-parlementer) partai-partai politik memegang peran yang konstitutif. Yang berarti jika salah satu partai politik menang dalam pemilu baik tingkat daerah ataupun tingkat federal/pusat, maka partai ini berkuasa penuh dan bertanggung jawab atas pelaksanaan politik dalam periode pemerintahan yang ditentukan. Kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki oleh negara terbagi dalam 3 lembaga pemerintahan yaitu :

1) Lembaga Legislatif :
 
a) Bundestag (DPR)
Bundestag Jerman adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Federal Jerman. Parlemen ini dipilih oleh rakyat setiap empat tahun. Pembubarannya (sebelum masa jabatan berakhir) hanya dapat dilakukan dalam situasi khusus dan menjadi kewenangan Presiden Federal. Tugas Bundestag yang utama adalah menetapakan undang-undang, memilih Kanselir dan mengawasi pemerintah.
Sidang pleno Bundestag adalah forum perdebatan besar di parlemen, terutama dalam diskusi mengenai masalah penting politik dalam negeri dan luar negeri. Pekerjaan awal mempersiapaan perundangan dilaksanakan dalam rapat-rapat komisi yang biasanya bersifat tertutup. Disini aspirasi politik harus dipertemukan dengan pandangan para ahli dari bidangnya masing-masing.
Dalam lingkup tugas komisi terletak juga titik berat pengawasan parlemen atas perilaku pemerintah. Tanpa pembidangan itu, penyelesaian begitu banyak masalah yang beraneka ragam tak mungkin tercapai. Bundestag menentukan komisi-komisi sesuai dengan pembagian bidang tugas yang berlaku pada pemerintah. Ini mencakup Komisi Luar Negeri, Komisi Sosial sampai Komisi Anggaran Belanja Negara, yang juga memainkan peranan penting, karena mewujudkan kewenangan parlemen atas pendapatan dan belanja negara. Kepada Komisi Petisi setiap warga dapat mengajukan permohonan maupun keluhannya.

Dari tahun 1949 sampai akhir periode legistalif 1990, 6700 rancangan undang-undang (RUU) diajukan kepada parlemen dan 4400 telah diputuskan. Kebanyakan RUU tersebut berasal dari pihak pemerintah, bagian lebih kecil dari parlemen sendiri maupun dari Bundesrat. RUU dibacakan dan dibahas tiga kali kepada komisi yang bersangkutan. Pada pembacaan ketiga diadakan pemungutan sura. Suatu undang-undang (kecuali perubahan terhadap konstitusi) diterima, apabila disetujui mayoritas dari jumlah suara yang diberikan. Untuk udang-undang yang menyangkut kewenangan negara bagian masih diperlukan persetujuan dari Bundesrat.

Anggota-anggota Bundestag Jerman dipilih dalam pemilihan yang umum, langsung, bebas, sama dan rahasia. Mereka masing-masing adalah wakil seluruh rakyat, tidak terikat pada penugasan dan perintah siapapun dan hanya bertanggung jawab pada hati nuraninya sendiri. Jadi mereka memiliki mendat bebas. Sesuai keanggotaan partai, mereka bergabung dalam fraksi-fraksi atau kelompok. Hati nurani dan solidaritas politis pada partai sendiri kadang-kdang dapat bertabrakan. Namun, walaupun seorang anggota parlemen keluar dari partainya, ia masih tetap memegang mandatnya di Bundestag. Di sinilah tampak dengan sangat jelas ketidaktergantungan anggota-anggota parlemen.

Berdasarkan jumlah anggota fraksi dan kelompok ditentukan pula jumlah wakilnya dalam komisi-komisi. Ketua Bundestag biasanya dipilih dari fraksi terbesar sesuai kebiasaan undang-undang dasar Jerman sejak dahulu.

Ketidaktergantungan para anggota parlemen secara keuangan dijamin melalui pemberian honorarium yang tingginya sesuai dengan arti penting kedudukan seorang wakil rakyat. Siapa yang sedikitnya delapan tahun menjadi anggota parlemen berhak mendapatkan pensiun setelah mencapai batas usia yang ditentukan.

b) Bundesrat (Dewan utusan negara bagian)
Lembaga legislatif yang terdiri dari perwakilan dari negara bagian yang jumlahnya didasarkan pada banyaknya penduduk negara bagian yang bersangkutan.
Bundesrat turut serta dalam pembuatan undang-undang dan administrasi negara federal. Berbeda dengan sistem senat di federasi lain seperti di Amerika Serikat atau Swis, Bundesrat tidak terdiri dari wakil rakyat yang dipilih. Anggota Bundesrat tidak terdiri dari wakil rakyat yang dipilih. Anggota Bundesrat adalah pejabat pemerintah negara bagian atau orang yang diberi kuasa oleh pemerintah tersebut. Sesuai dengan jumlah penduduknya, setiap negara bagian mempunyai tiga, empat, lima atau enam suara. Dalam pemungutan suara, setiap negar bagian hanya dapat memberikan suaranya sebagai kesatuan. Lebih dari setengah undang-undang yang dibuat memerlukan persetujuan Bundesrat. Artinya, undang-undang tersebut tak dapat diputuskan tanpa direstui oleh Bundesrat terutama adalah undang-undang yang berkaitan dengan kepentingan negara bagian, misalnya dengan keuangan atau kewenangan administrasi mereka. Bagaimanapun juga, perubahan terhadap UUD memerlukan persetujuan Bundesrat dengan mayoritas dua pertiga dalam hal perundangan lain, Bundesrat mempunyai hak keberatan saja, yang dapat dibatalkan oleh keputusan Bundestag. Bila kedua dewan tersebut tidak dapat mencapai kesepakatan, maka Komisi Perantara, yang anggotanya berasal baik dari Bundestag maupun dari Bundesrat, akan bersidang.


Di Bundesrat, kepentingan negara bagian sering kali didahulukan dari kepentingan partai. Akibatnya, pemungutan suara dapat membawa hasil yang tidak sesuai dengan pembagian kursi di parlemen. Ini menunjukkan sistem federasi yang hidup. Pemerintah pusat tak selalu dapat yakin, bahwa seitap negara bagian yang pemerintahannya didominasi oleh partai sendiri, akan juga selalu mendukung kebijakan Pemerintah Federal. Setiap negara bagian mendahulukan kepentingan khususnya di Bundesrat dan akan bersekutu dengan negara bagian lain yang bertujuan sama, tanpa peduli partai apa yang berkuasa di sana. Ini membuat situasi mayoritas yang berganti-ganti. Kompromi harus selalu ditemukan, apabila partai-partai yang membentuk pemerintah federal tidak memiliki mayoritas di Bundesrat.


Ketua Bundesrat dipilih secara bergilir dari antara negara bagian yang terwakili di dalamnya untuk masa jabatan setahun. Ketua Bundesrat mewakili Presiden Federal, bila yang terakhir berhalangan.

c) Bundesversammlung (Badan Permusyawaratan).
Bundesversammlung yang dibentuk pada tahun 1951 berlokasi di kota Karlsruhe bertugas untuk mengawasi agar semua ketentuan peraturan di dalam UUD dipenuhi, Hanya Bundesversammlung yang dapat memutuskan apakah suatu partai yang berbahaya terhadap ?kebebasan-demokrasi UUD dilarang atau tidak.
2) Lembaga eksekutif :
Pemerintah Federal (Bundeskanzler)
Pemerintah Federal Jerman, disebut juga kabinet, terdiri atas Kanselir dan para menteri. Kanselir Federal mempunyai posisi istimewa dan mandiri dalam pemerintah dan dihadapan para menteri. Ia mengepalai kabinet federal, ia saja yang berhak membentuk kabinet; Kanselir memilih menteri dan mengajukan usulan mengikat kepada Presiden Federal untuk mengangkat maupun memberhentikan mereka. Selain itu, Kanselir juga menentukan jumlah menteri dan bidang tugas mereka. Beberapa kementrian disebutkdan dalam Grundgesetz; Kementerian Luar Negeri, Kementerian-kementerian Federal Dalam Negeri, Kehakiman, Keuangan dan Pertahanan. Pengadaan ketiga kementerian yang disebutkan terakhir merupakan persyaratan konstitusional. Posisi Kanselir yang kuat bertumpu pada kewenangannya : ia menentukan garis besar kebijakan pemerintah. Para menteri federal mengepalai bidang tugas masing-masing dengan menjalankan garis besar tersebut secara mandiri dan atas tanggung jawab sendiri. Dalam politik praktis, Kanselir harus juga mematuhi kesepakatan dengan partner koalisinya dan menghormati kepentingan mereka.


Tidaklah salah bila sistem pemerintahan Jerman juga dijuluki sebagai ?demokrasi Kanselir?. Kanselir Federal adalah satu-satunya orang dalam kabinet yang dipilih oleh parlemen, hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap Dewan Perwakilan Rakyat. Pertanggungjawaban ini dapat berwujud ?mosi tidak percaya konstruktif?. Prosedur mosi ini sengaja dicantumkan dalam Grundgesetz sebagai perbaikan terhadap UUD Republik Weimar. Maksud mosi konstruktif ini untuk menghindari jatuhnya pemerintah atas ulah kelompok-kelompok oposisi yang hanya sepakat menolak pemerintah, tetapi tidak memiliki program alternatif bersama. Dalam sistem ini, Bundestag yang megnajukan mosi tidak percaya terhadap anselir, sekaligus harus memilih Kanselir baru. Percobaan menjatuhkan Kanselir melalui mosi ini telah dua kali dilakukan, tetapi baru satu kali berhasil : Pada bulan Oktober 1982 melalui mosi tidak percaya terhadap Kanselir Helmut Schmidt dipilihlah Helmut Kohl sebagai Kanselir baru. Grundgesetz tidak mengenal mosi tidak percaya terhadap menteri.

Struktur Federal Jerman
Presiden Federal (Bundespresident)
Kepala negara Republik Federal Jerman adalah Presiden Federal. Ia dipilih oleh Majelis Federal (Bundesversammlung), yang bersidang hanya untuk tujuan ini. Majelis Federal terdiri dari para anggota Bundestag dan jumlah yang sama utusan, yang dipilih oleh parlemen di setiap negara bagian. Kadang-kadang utusan yang terpilih itu adalah tokoh-tokoh terkemuka dan berjasa yang tidak duduk dalam parlemen negara bagian. Presiden Federal dipilih oleh Majelis Federal dengan suara terbanyak untuk periode lima tahun. Setelah itu dapat dipilih satu kali lagi.

Presiden Federal mewakili negara Jerman secara hukum antar bangsa. Ia mengikat peranjian atas nama Jerman dengan negara lain serta mengakreditasi dan menerima para duta besar. Namun kewenangan politik luar negeri tetap pada Pemerintah Federal.


Presiden Federal mengangkat dan memberhentikan para hakim federal, pegawai negeri di tingkat federal, serta para perwira. Ia dapat memberi grasi kepada terpidana. Ia mengawasi kesesuaian proses penyusunan undang-undang dengan konstitusi, sebelum undang-undang itu diumumkan dalam Lembaran Undang-Undang Federal.

Kepada Bundestag, (dengan memperhatikan perbandingan suara di parlemen itu) Presiden mengusulkan calon untuk dipilih sebagai Kanselir Federal, kemudian atas usulan Kanselir ia melantik serta memberhentikan para menteri Pemerintah Federal. Kemudian atas usulan Kanselir ia melantik serta memberhentikan para menteri Pemerintah Federal. Bila Kanselir Federal gagal dalam usahanya memenangkan mosi kepercayaan di Bundestag, maka kepala negara, berdasarkan usul Kanselir, dapat membubarkan Bundestag. Presiden Federal mewujudkan kesataun seluruh masyarakat politik dengan cara khusus. Ia memanifestasikan kebersamaan dalam negara dan tata konstitusional yang melampaui segala batas partai.

Walaupun sebagaian tugasnya besifat representatif, ia dapat menjadi penengah yang netral diluar pertarungan politik sehari hari dan dengan demikian menjadi tokoh penuh wibawa. Dengan pemikiran dan pernyataan mendasar tentang tema-tema besar saat ini, ia dapat memberkan pedoman bagi orientasi politik dan moral para warga.

3) Lembaga Yudikatif :

a. Umum

Perundang-undangan Republik Federal Jerman kebanyakan berupa hukum tertulis. Cakupannya hampir pada semua bidang kehidupan, sehingga dewasa ini legislasi merupakan penyesuaian dan perubahan (amandemen) terhadap hukum yang sudah ada. Tata hukum Jerman dibentuk oleh Undang-Undang Konstitusional, tetapi juga dipengaruhi perundang-undangan Masyarakat Eropa dan hukum internasional. Keseluruhan perundang-undangan federal mencakup sekitar 1900 undang-undang dan 3000 peraturan hukum. Perundang-undangan negara bagian meliputi bidang kepolisian dan hukum komunal, disamping itu terutama sekolah dan universitas, serta pers dan media elektronik.

Dalam kurun waktu keterpisahan selama empat dekade, tata hukum RFJ dan RDJ berkembang jauh berbeda. Setelah bergabungnya RDJ ke dalam Republik Federal pada tahun 1990, diputuskan untuk mengambil tindakan cepat untuk sejauh mungkin mempersamakan kedua tata hukum agar tercapai kesatuan hukum di seluruh wilayah Jerman. Hal ini menjadi sangat penting mengingat perluya pengembangan ekonomi di negara-negara bagian baru. Dengan memperhatikan situasi khusus dan perkembangan Jerman Timur selama ini, diberlakukan aturan-aturan penyesuaian secara meluas pada hampir setiap bidang hukum. Proses penyesuaian struktur peradilan, dengan beberapa pengecualian, saat ini telah dirampungkan.


b. Negara Hukum
Menurut sejarahnya, sistem hukum RFJ berasal dari tata hukum Romawi yang sebagian diambil alih, dan dari banyak sumber lain di daerah-daerah. Pada abad ke-19 untuk pertama kalinya disusun hukum sipil yang seragam untuk seluruh wilayah Reich Jerman. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Niaga sampai sekarang masih bernafaskan semangat liberalisme para penyusunnya. Prinsip yang mendasari kedua kitab ini adalah kebebasan mengikat perjanjian.
Jaminan-jaminan negara hukum menjadi jelas terutama dalam norma-norma hukum primer dan dalam perundangan mengenai tata cara hukum. Prinsip yang berlaku dalam hukum pidana dan yang oleh Grundgesetz diangkat menjadi prinsip konstitusional, berbunyi sebagai berikut: Suatu hanya dapat dihukum, apabila sudah berlaku undang-undang yang menetapkannya sebagai tindak pidana sebelum peristiwa itu terjadi (nulla poena sine lege). Jadi seorang hakim dilarang menggunakan pasal-pasal hukum pidana yang mengatur perbuatan lain yang mirip, ataupun memberlakukan undang-undang pidana dengan surut waktu. Yang juga bersifat konstitusional adalah prinsip bahwa atas perbuatan yang sama tidak boleh dijatuhi hukuman beulang kali berdasarkan hukum pidana umum.

Pembatasan kebebasan seseorang hanya mungkin melalui hukum formal. Keputusan mengenai keabsahan penangkapan dan lama penahanan hanya bisa diambil seorang hakim. Dalam setiap pembatasan kebebasan seseorang tanpa perintah hakim, keputusan hakim atas hal ini harus segera disusulkan.

Pihak kepolisian memang dapat menahan seseorang untuk sementara, tetapi tanpa perintah penangkapan orang tersebut hanya dapat ditahan paling lama sampai akhir hari penangkapan. Setiap orang mempunyai hak untuk didengar di pengadilan. Hal ini pun termasuk unsur prinsip negara hukum yang tercantum dalam UUD. Penyelenggaraan hukum dipercayakan kepada hakim-hakim yang independen dan hanya tunduk kepada hukum. Mereka sama sekali tidak dapat dipecat, juga tidak dapat dimutasikan tanpa persetujuan mereka. Peradilan istimewa dilarang.

Landasan-landasan negara hukum dalam peradilan Jerman hampir semuanya tertuang dalam undang-undang yustisi yang telah disusun pada abad ke-19. Ini terutama menyangkut Undang-Undang Tata Peradilan yang mengatur struktur, organisasi, dan bidang yuridiksi pengadilan, serta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana. Kedua sumber hukum tersebut beserta Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang diberlakukan sejak tahun 1990, merupakan hasil perjuangan kelompok liberal dan demokratis dalam parlemen. Mereka menghadapi pemerintahan kekaisaran dalam perdebatan yang panjang dan sengit selama pertigaan terakhir abad ke-19.

Kitab undang-undang Jerman telah pula menjadi contoh untuk negara-negara lain: Kiatab Undang-Undang Hukum Perdata misalnya menjadi acuan untuk penyusunan kitab-kitab hukum sipil di Jepang dan Yunani.

c. Warga dan tata usaha negara
Setelah perkembangan politik di bidang hukum selama 100 tahun lebih, Grundgesetz menyempurnakan perlindungan hukum yang lengkap bagi warga terhadap tindakan aparatur negara. Setiap warga mendapat kemungkinan menggugat setiap tindakan negara yang menyangkut dirinya, apabila ia merasa hak-haknya dilanggar. Ini berlaku untuk semua tindakan administrasi negara seperti misalnya perhitungan tinggi pajak maupun keputusan tak naik kelas di sekolah, penahanan surat izin mengemudi atau penolakan terhadap permohonan izin mendirikan bangunan.

RDJ tidak mengenal pengadilan tata usaha; tetapi kini pengawasan menyeluruh terhadap adminstrasi negara juga berlaku di negara-negara bagian baru. Perlindungan hukum melalui pengadilan khusus masih dilengkapi kemungkinan yang dipunyai setiap warga untuk mengajukan pengaduan ke Mahkamah Konstitusional Federal. Pengaduan seperti itu merupakan sarana hukum luar biasa dalam menghadapi pelanggaran hak-hak asasi oleh alat negara.

d. Hukum dalam negara sosial

Grundgesetz memerintahkan pengembangan tata negara sosial. Oleh karena itu, kepentinangan sosial kini lebih banyak diperhatikan dalam penyusunan undang undang. Untuk maksud ini telah banyak diputuskan undang-undang, terutama yang berkaitan dengan hukum tenaga kerja dan hukum sosial, sejak berdirinya Republik Federal Jerma. Kepada perorangan, peraturan hukum ini menjamin pelayanan keuangan yang berbeda-beda jumlahnya dalam hal jatuh sakit, kecelakaan, kecacatan, pengangguran maupun setelah memasuki masa purnakarya.

Suatu contoh mengesankan dalam usaha melaksanakan prinsip negara sosialadalah hukum tenaga kerja. Mulanya hal ini hanya diatur secara singkat saja dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di bawah judul ?Perjanjian Kerja?. Saat ini hukum tenaga kerja mencakup sejumlah besar undang-undang dan perjanjian tarif imbalan kerja, walaupun tetap bertumpu juga pada hasil putusan hakim. Peraturan hukum yang sangat berarti adalah Undang-Undang mengenai Perjanjian Tarif Imbalan Kerja, mengenai Perlindungan Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja, mengenai kedudukan Serikat Kerja dalam Perusahaan, mengenai Hak Para Pekerja untuk Ikut Menentukan Kebijakan Perusahaan dan Undang-Undang Peradilan Tenaga Kerja.

e. Organisasi lembaga penegakan keadilan
Ciri sistem peradilan Jerman adalah perlindungan hukum yang menyeluruh dan spesialisasi pengadilan yang luas. Terdapat lima jenis pengadilan:

1.       Pengadilan umum? menangani kasus-kasus pidana, kasus perdata. Terdapat empat tingkatan: Pengadilan Distrik (Amtsgericht); Pengadilan Negeri (Landgericht); Pengadilan Tinggi (Oberlandesgericht) dan Mahkamah Agung Federal (Bundesgerichtshof).
2.       Pengadilan Tenaga Kerja? menangani sengketa perdata yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta sengketa antara kedua mitra ketenagakerjaan yakni majikan dan syarikat pekerja. Memiliki tiga instansi pada tingkat wilayah, negara bagian dan federal.
3.       Pengadilan Tata Usaha? menangani semua perkara publik di bidang hukum administrasi negara. Dengan instansi di tingkat wilayah, bagian dan federal.
4.       Pengadilan Sosial? menangani semua persengketaan yang berkenaan dengan asuransi wajib jaminan sosial. Juga memiliki tiga Instansi seperti Pengadilan Tata Usaha.
5.       Pengadilan Urusan Keuangan? mengurusi perkara yang menyangkut pajak dan retribusi.

Selain itu, masih ada Mahkamah Konstitusional Federal yang berdiri di luar kelima bidang peradilan yang diuraikan di atas. Lembaga ini tidak hanya merupakan pengadilan tertinggi RFJ, melainkan juga lembaga negara yang keberadaannya ditetapkan oleh konstitusi. Fungsinya memutuskan perkara yang berkaitan dengan Undang-Undang Dasar.


Sistem sarana hukum yang sangat beragam dan membuka kemungkinan luas untuk memeriksa kembali keputusan pengadilan. Melalui naik banding dilancarkan kontrol putusan tersebut dari segi hukum dan dari segi fakta. Jadi dalam proses naik banding dapat juga dihadapkan fakta-fakta baru. Sementara dalam proses naik banding tahap dua (revisi) hanya diadakan pemeriksaan yuridis. Diselidiki apakah pengadilan menerapkan norma hukum primer secara tepat serta memperhatikan hukum acara yang berlaku.

Mahkamah Konstitusional federal Karlsruhe mengawasi ditaatinya Grundgesetz. Pengadilan ini misalnya memutuskan dakan persengketaan antara federasi dan negara bagian, ataupun antara lembaga-lembaga pemerintah federal. Hanya mahkamah inilah yang berwenang memutuskan, apakah suatu partai mengancam pokok tata negara yang demokratis dan merdeka dan karena itu melanggar konstirusi. Partai yang melanggar konstitusi juga menyelidiki apakah undang-undang federal dan undang-undang negara bagian tidak bertentangan dengan UUD; bila dinyatakan bertentangan maka undang-undang tersebut dicabut kembali. Berkenaan dengan undang-undang, pengadilan tertinggi ini hanya akan bertindak atas permohonan dari badan-badan tertentu seperti pemerintah federal, pemerintah negara bagian, sedikitnya sepertiga anggota parlemen atau pengadilan-pengadilan lain.

Sampai saat ini, Mahkamah Konstitusional Federal telah memutuskan lebih dari 114000 perkara. Sekitar 109640 diantaranya adalah pengaduan atas dasar konstitusi, tetapi hanya sekitar 2900 yang berhasil. Selalu saja diperkarakan masalah yang mempunyai jangkauan politis luas di dalam maupun di luar negeri dan menjadi pusat perhatian publik. Misalnya pernah diperiksa apakah ikut sertanya tentara Jerman dalam misi-misi PBB bertentangan dengan Grundgesetz. Selama ini sudah beberapa pemerintah pusat dari berbagai aliran politik harus tunduk di bawah keputusan dari Karlsruhe ini. Walaupun demikian Mahkamah Konstitusional Federal juga menekankan, bahwa tugasnya memang memiliki dampak politk, tetapi lembaga itu sendiri bukan suatu badan politik. Satu-satunya patokan adalah Grundgesetz, yang menentukan kerangka konstitusional bagi ruang gerak pengambilan keputusan politis. Mahkamah Konstitusional Federal terdiri dari dua senat, masing-masing beranggotakan delapan hakim yang dipilih setengahnya oleh Bundestag dan sisanya oleh Bundesrat untuk masa jabatan dua belas tahun. Pemilihan kembali tidak diperbolehkan.

7. Partai Politik, Organisasi Massa dan Pemilu

Sistem demokrasi modern tidak akan berfungsi tanpa adanya partai-partai politik saling bersaing. Partai yang terpilih untuk periode waktu terbatas mengemban tugas kepemimpinan politik dan fungsi pengawasan. Partai-partai tersebut memainkan peran penting dalam penataan politik.

Para penyusun Grundgesetz memperhitungkan hal itu dengan mencantumkan pasal terdiri (pasal 210 tenang partai politik.ditentukan bahwa, ?Partai-partai ikut serta dalam perwujudan cita-cita politik rakyat. Pendiriannya bebas. Susunan organisasi partai harus sesuai dengan prinsip demokrasi. Partai harus membeberkan sumber keuangannya didepan umum.?

a. Partai-partai di Bundestag.

Sejak pemilihan umum pertama untuk seluruh Jerman pada thaun 1990 ada enam partai yang duduk dalam Bundestag, yaitu : Uni Demokrat Kristen Jerman (CDU), Partai Sosialis Demokrat Jerman (SPD), Partai Demokrat Liberal (FDP), Uni Sosial Kristen (CSU), Partai Sosialisme Demokratis (PDS) dan ikatan antara Kelompok 90 dan Partai Hijau (B?ndnis 90/Die Gr?nen). CDU tidak mempunyai cabang di Bavaria, sedang CSU hanya muncul di negara bagian tersebut. Namun dalam Bundestag, CDU dan CSU membentuk satu fraksi, SPD, CDU, CSU dan FDP didirikan antara tahun 1945 dan 1947 di negara-negara bagian zone Barat. SPD didirikan kembali pada waktu itu dan tetap memakai nama partai pendahulunya. SPD lama yang umumnya didukung oleh kaum pekerja dilarang oleh rezim Hitler pada tahun 1933. Partai-partai lain adalah partai baru. Kedua partai berorientasi Kristiani, CDU dan CSU, terbuka baik untuk orang Kristen Katolik maupun Protestan, berbeda dengan partai katolik Zentrumspartei pada zaman Republik Weimar. Sedang FDP dalam programnya meneruskan tradisi liberaisme Jerman.

Dalam jangka waktu lima dasawarsa sejak pendiriannya, keempat partai itu mengalami berbagai perubahan penting. Pada tingkat federasi mereka semua sudah pernah saling berkoalisi ataupun bekerja sebagai oposisi. Kini mereka menganggap dirinya sebagai partai massa, yang mewakili seluruh golongan masyarakat. Di dalam masing-masing partai ada kelompok yang mewakili sayap yang berbeda-beda, hal mana mencerminkan keragaman pandangan dalam tubuh suatu partai massa.

Dari tahun 1983 sampai 1990 Partai Hijau turut duduk di parlemen. Partai ini didirikan pada tahun 1979 pada tingkat federal dan kemudian berhasil merebut kursi di sejumlah parlemen negara bagian pula. Partai Hijau, yang mula-mula mencakup kelompok penentang tenaga nuklir dan kelompok aksi anti peperangan, berasal dari gerakan radikal untuk kelestarian lingkungan hidup. Pada pemilu tahun 1990, Partai Hijau terganjal Klausul pembatasan, artinya tidak memperoleh kursi di parlemen karena tidak mencapai lima persen dari seluruh suara sah yang diberikan. Tetapi B?ndnis 90 (Kelompok 90) yang tergabung dengannya dalam satu daftar calon dan tampil di negara-negara bagian yang baru berhasil merebut kursi di Bundestag.pada bulan Mei 1993 kedua partai itu bergabung dengan nama ?B?ndnis 90/Die Gr?nen?, yang pada tahun 1994 berhasil memasuki Bundestag. Pada tahun 1998 mereka menjadi partai terkuat nomor empat dan membentuk koalisi pemerintah bersama SPD; Menteri Luar Negeri Federal yang baru, yang sekaligus Wakil Federal yang baru, yang sekaligus adalah Wakil Kanselir adalah dari partai PDS adalah susulan dari Partai Persatuan Sosialis Jerman (SED), yang dahulu menjadi partai negara di Jerman Timur. Setelah Jerman bersatu, PDS tidak mampu mencapai kedudukan sebagai kekuatan politk yang berarti. Dalam pemilu 1990, PDS ? seperti halnya Kelompok 90 / Partai Hijau ? dapat berebut kursi di Bundestag hanya melalui peraturan khusus bagi negara-negara bagian baru. Di wilayah bekas Jerman Timur tersebut, klausul pembatas ketika itu diterapkan secara terpisah. Dalam pemilihan umum 1994, PDS berhasil memperoleh kedudukan di Bundestag karena merebut empat mandat langsung di Berlin. Jumlah mandat langsung yang sama mereka capai pula pada tahun 1998, namun sekaligus berhasil melampaui batas 5 persen dan karenanya memperoleh status fraksi.

b. Klausul Pembatas.

Dari 36 partai yang ikut serta dalam pemilihan Bundestag pertama pada tahun 1949, tinggal empat saja yang duduk dalam parlemen hasil pemilu 1990. konsentrasi seperti ini disebabkan terutama oleh adanya klausul pembatas yang diberlakukan sejak 1953 dan diperketat lagi pada tahun 1957. menurut klausul itu, partai yang bisa mengirim wakilnya ke Bundestag hanyalah partai yang berhasil mengantongi sedikitnya lima persen dari jumlah suara sah, atau memenangkan tiga mandat langsung. Mahkamah Konstitusional Federal dengan jelas menyatakan menerima klausul ini yang bertujuan untuk menghindari pembiasan kekuatan politik yang terlalu luas seperti yang terjadi pada masa Republik Weimar, dan untuk memungkinkan adanya mayoritas yang mampu membentuk pemerintahan.
Untuk kelompok minoritas, klausul pembatas tidak diberlakukan. Umpamanya di parlemen negara bagian Schleswing Holstein ada seorang wakil Himpunan Pemilih Schleswig Selatan yang mewakili minoritas Denmark, walaupun mereka hanya mencakup jumlah suara di bawah lima persen.
Pemungutan suara komunal untuk tingkat kota dan kebupaten tak jarang berbeda jauh dari pemilihan tingkat federal dan negara bagian. Dalam pemilihan ini, apa yang dinamakan ?partai-partai balai kota? sering memainkan peranan penting sebagai perserikatan bebas para pemilih.

c. Sistem pemilihan umum.

Pemilihan umum untuk semua Dewan Perwakilan Rakyat bersifat umum, langsung, bebas, sama dan rahasia. Setiap warga negara Jerman yang telah berusia 18 tahun mempunyai hak pilih, dengan syarat telah tinggal di Jerman selama paling sedikit tiga bulan dan tidak kehilangan hak pilihnya; apabila dipenuhi prasyarat-prasyarat tertentu, orang-orang Jerman yang tinggal di luar negeri juga dapat memilih (?hak pilih aktif?). Seitap orang yang paling sedikit sudah satu tahun memiliki kewarganegaraan Jerman dapat mencalonkan diri dalam pemilihan umum, dengan syarat telah mencapai umur 18 tahun pada hari pemilihan umum dilaksanakan, tidak kehilangan hak pilih aktifnya atau karena keputusan hakim dicabut haknya untuk dipilih atau menduduki jabatan publik (?hak pilih pasti?). Tidak ada tahap pemilihan pendahuluan. Para calon untuk pemilihan pada umumnya diajukan oleh partai-partai, tetapi terdapat kemungkinan calon-calon perorangan yang tidak berpartai untuk mengajukan diri. Sistem pemilihan Bundestag adalah peraturan ?pemilihan sebanding yang bersifat personal?.setiap pemilih mempunyai dua suara. Dengan suara pertama ia memilih salah satu calon dari wilayah pemilihannya menurut sistem mayoritas relatif; calon yang mendapat suara terbanyak dinyatakan terpilih. Dengan suara kedua, pemilih menentukan wakil-wakil yang akan memperoleh mandat di Bundestag melalui apa yag disebut daftar calon negara bagian. Hasil suara dari setiap wilayah pemilihan dan dari daftar tersebut diperhitungkan sedemikian rupa sehingga pebagian jumlah kursi di Bundestag nyaris sebanding dengan persentase suara bagi masing-masing partai. Apabila suatu partai mendapat mandat langsung di wilayah-wilayah yang lebih banyak daripada jumlah kursi yang semestinya menurut persentase suara, maka ia tetap boleh memegangnya sebagai ?mandat tambahan?, tanpa ada kompensasi yang diberikan pada partai-partai lain. Dalam hal ini, Bundestag akan memiliki jumlah anggota yang melebihi jumlah yang ditetapkan peraturan, yaitu 656 orang wakil rakyat. Oleh sebab itu sekarang ada 669 wakil rakyat. Peraturan megenai daftar calon negara bagian dimaksudkan agar setiap partai mampu mengirim wakil-wakilnya ke Bundestag sesuai perolehan suara masing-masing. Selain itu, dengan adanya mandat langsung, setiap warga diberikan kemungkinan untuk lansung memilih politisi tertentu. Biasanya masyarakat menunjukkan minat yang cukup besar dalam pemilu. Pada tahun 1998, 82,2 persen pemilih menggunakan hak pilih mereka. Dalam pemilihan dinegara bagian dan pemilihan komunal angka ini berubah-ubah, namun biasanya berkisar pada 70 persen.

d. Keanggotaan dan Pembiayaan

Berdasarkan kedudukan pada bulan Oktober 1998, partai-partai yang diwakili dalam Bundestag memiliki jumlah anggota sebagai berikut : SPD 851.000, CDU 690.000, CSU 177.000 FDP 94.000, PDS 123.000, B?ndnis 90/Die Gr?nen 43.000. Setiap partai memungut iuran keanggotaan. Namun jumlahnya hanya cukup untuk menutup sebagian dari pengeluaran. Juga sumbangan untuk kas partai yang datang dari simpatisan politik tak akan mencukupi. Selain itu ada bahaya bahwa sumbangan dalam jumlah dapat mempengaruhi kebijaksanaan partai itu sendiri. Karenanya berdasarkan pengaturan baru pembiayaan partai dalam Undang-undang Kepartaian yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1994, dalam pemilihan umum untuk Bundestag, Parlemen Eropa dan parlemen-parlemen negara bagian (Landtag), partai-partai setiap tahunnya mendapat 1,30 DM per suara dari pemerintah untuk perolehan sampai dengan lima juta suara yang sah. Selain itu diberikan pembayaran 0,50 DM untuk setiap 1 DM yang diterima partai dari iuran anggota atau dari sumbangan-sumbangan. Jumlah-jumlah ini tidak boleh lebih besar daripada pemasukan dana yang diperoleh partai pertahun. Pembelian dari pemerintah untuk semua partai sebagai keseluruhan dalam setahun tidak boleh melebihi 230 juta DM (batas tertinggi mutlak).
Partai-partai di RFJ umumnya mempunyai tradisi dasar demokrasi yang meneruskan tradisi yang sudah berjalan lama. Perbedaan ideologi diantara partai politik tidak menjadi masalah dalam mencetuskan suatu perekonomian yang bebas, demokratis dan hak asasi manusia yang merata. Partai yang ikut dalam pemilu di RFJ banyak jumlahnya, tapi tidak semua berhasil masuk tingkat nasional karena tidak memebuhi persyaratan (5 % kausal).
Partai-partai membantu memenuhi keinginan dan tuntutan politis rakyat. Di dalam alam demokrasi di RFJ, partai politik merupakan elemen yang hidup. Keanggotaan partai di RFJ tidak terbatas pada golongan-golongan tertentu seperti kaum buruh, petani ataupun kelompok intelektual. Disamping partai politik, di RFJ juga terdapat banyak Organisasi Massa dan LSM lokal maupun asing.

1) Partai-partai besar yang ada saat ini.
a). Christlich demokratische Union (CDU)

Ketua : Ny. Angela Merkel

Partai yang lahir pada tahun 1945 dan menyatakan dirinya sebagai partai rakyat yang mencakup masyarakat dengan perbedaan kepercayaan dan berjuang untuk semua kelompok masyarakat. Politik partai CDU berdasarkan pada pemahaman kekristenan manusia dan tanggung jawabnya dihadapan Tuhan. Program dasar CDU adalah menganut nilai-nilai kebebasan, solidaritas dan keadilan dengan berpegang pada prinsip etika kekristenan, perekonomian sosial serta keterikatan pada dunia Barat.

b). Christlich Soziale Union (CSU)
Ketua : Edmund Stoiber

Partai CSU adalah adik partai CDU yang lahir pada tahun 1945 dan merupakan partai politik yang berperan diwilayah negara bagian Bayern (Bavaria). Partai CSU memegang prinsip tradisi keagamaan (kristen) serta berjuang untuk semua lapisan masyarakat dan golongan sosial yang demokratis. Partai CSU adalah partai yang konservatif, liberal dan sosial. Di dalam Bundestag (Parlemen) partai CDU dan CSU menyatukan diri dalam satu fraksi CDU/CSU.

c). Sozialdemokratische Partai Deutschland (SPD)
Ketua : Gerhard Schroder

Partai SPD adalah partai yang tertua di RFJ, yang muncul dari sisa-sisa partai buruh pada masa pemerintahan Republik Weimar dan selanjutnya pada masa Hitler memegang kekuasaan pada tahun 1933. Pada awalnya partai SPD memperjuangkan nasib pekerja/buruh, namun dewasa ini SPD merupakan partai rakyat yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan berorientasi kepada kesejahteraan umum serta mengadakan reformasi sosial.

4). Freie demokratische Partei (FPD)
Ketua : Dr. Wolfgang Gerhardt

Partai FDP lahir pada tahun 1948 dan menyatakan dirinya sebagai partai liberal yang pernah hidup di Jerman pada tahun 1933. Sampai tahun 1970-an partai FDP ini merupakan partai kekuatan ketiga yang selalu turut dalam kepemerintahan sebagai partner koalisi. Fungsi ini kemudian terhapuskan oleh keberadaan partai Die Gr?nen pada awal tahun 80-an

5). B?ndnis 90 I Die Gr?nen
Ketua : Ny. Antje Radcke, Ny. Gunde Rostel

Partai ini lahir dari suatu gerakan kelompok pencinta alam, penentang penggunaan tenaga atom dan kelompok pasific yang aktif pada tahun 1980-an. Partai Die Gr?nen merupakan satu partai alternatif terhadap partai-partai besar lainnya yang sudah mapan. Dia Gr?nen berpendapat bahwa kehidupan peradaban dunia sudah mencapai titik kritis sehingga perlu diadakan penanganan dan pemikiran baru dalam menerapkan politik, selanjutnya penghormatan HAM dan penerapan demokrasi adalah merupakan persyaratan yang tidak dapat diabaikan oleh suatu negara.

Makalah Profesi / Peran Keguruan



Makalah Profesi/Peran Keguruan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan di sekolah sekaligus memegang tugas dan fungsi ganda, yaitu sebagai pengajar dan sebagai pendidik. Sebagai pengajar guru hendaknya mampu menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru diharapkan dapat membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri (Deden, 2011). Namun demikian, untuk mengetahui keterlaksanaan tugas guru tersebut, diperlukan penilaian kinerja dengan kriteria-kriteria penilaian yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Penilaian terhadap kinerja guru merupakan suatu upaya untuk mengetahui kecakapan maksimal yang dimiliki guru berkenaan dengan proses dan hasil pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakannya atas dasar kriteria tertentu. Penilaian kinerja sebagai suatu bentuk penilaian prestasi kerja guru atas dasar kecakapan-kecapakan atau kompetensi tertentu. Pada dasarnya penilaian kinerja bertujuan untuk mengukur tingkat pelaksanaan tugas pokok dan fungsi guru dalam melaksanakan tugas-tugas keguruan dan non keguruan. Tugas keguruan yaitu pelaksanaan proses pembelajaran, yang diawali dengan proses perencanaan, proses pelaksanaan pembelajaran, dan proses evaluasi, sedangkan tugas non keguruan antara lain keorganisasian dan pendidikan serta latihan maupun kepemimpinan.
Selain kinerja, sikap profesionalisme guru juga patut diperhatikan guna meningkatkan kinerja guru. Sikap yang baik tercermin dari pribadi yang baik pula, hal tersebut erat kaitannya dengan kompetensi guru yaitu kompetensi kepribadian. Empat kometemsi guru (kepribadian, pedagogik, sosial, dan profesional) menjadi salah satu syarat seorang guru dapat dikatakan profesional.
Profesionalisme guru seyogyanya menjadi springboard bagi guru untuk terus menerus menata komitmen melakukan perbaikan diri dalam rangka meningkatkan kinerjanya. Peningkatan kinerja atas dorongan iklim organisasi yang baik diharapkan mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja guru di sekolah.
Sejalan dengan peningkatan kinerja guru, sikap seorang guru yang baik dan sesuai norma juga hendaknya dilakukan dalam setiap perbuatan. Hubungan baik dengan pemimpin (kepala sekolah), sesama guru, dan tata usaha dalam lingkungan sekolah merupakan salah satu penerapannya. Selain itu, keberadaan sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan kerja guru mutlak diperlukan demi kelancaran pelaksanaan tugas. Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul “Sikap dan Kinerja Profesional Guru”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1) Apa yang dimaksud dengan sikap dan kinerja profesional guru?
2) Bagaimana sikap profesional guru?
3) Bagaimana kinerja profesional guru?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat dirumuskan beberapa tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui sikap dan kinerja profesional guru
2) Untuk mengeahui sikap profesional guru
3) Untuk mengetahui kinerja profesional guru
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1) Manfaat Teoretis
Makalah ini diharapkan dapat memberi sumbangan teoretis terkait peningkatan sikap dan kinerja profesional guru serta dapat menjadi sumber dalam pembuatan makalah-makalah terkait sikap dan kinerja profesional guru.
2) Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
(1) Mahasiswa sebagai calon guru mendapat pengalaman dalam membuat makalah serta menambah wawasan terkait sikap dan kinerja profesional guru.
(2) Mahasiswa dapat mengetahui sikap dan kinerja profesional guru yang patut diterapkan di SD.
(3) Mahasiswa dapat menyiapkan diri sebagai calon guru dalam menunjujkan sikap dan kinerja yang profesional.
b. Bagi guru
(1) Guru dapat lebih mengetahui sikap dan kinerja profesional yang hendaknya diterapkan di sekolah.
(2) Guru dapat menerapkan sikap dan kenerja guru yang profesional sesuai profesinya.
(3) Guru dapat menciptakan hubungan yang harmonis serta dapat meningkatkan kualitas profesinya.
c. Bagi penulis lain
Makalah ini diharapkan dapat menjadi informasi berharga bagi para penulis guna menciptakan tulisan yang lebih bermanfaat khususnya untuk bidang pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sikap dan Kinerja Profesional Guru
2.1.1 Pengertian Sikap Profesional Guru
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan sikap yang baik sehingga dapat dijadikan panutan bagi lingkungannya, yaitu cara guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya dan cara guru berpakaian, berbicara, bergaul baik dengan siswa, sesama guru, serta anggota masyarakat.
Menurut Walgito (dalam Deden, 2011), sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek, sedangkan Berkowitz (dalam Deden, 2011) mendefinisikan “sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah respon atau kecenderungan untuk bereaksi”. Sebagai reaksi, maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menghindari sesuatu.
Guru sebagai suatu profesi dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1 ayat (1) tentang guru dan dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Lebih lanjut, Sagala (dalam Deden, 2011), menegaskan bahwa, guru yang memenuhi standar adalah guru yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dan memahami benar apa yang harus dilakukan, baik ketika di dalam maupun di luar kelas.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan, guru yang profesional adalah guru yang kompeten menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Untuk memahami beratnya profesi guru karena harus memiliki keahlian ganda berupa keahlian dalam bidang pendidikan dan keahlian dalam bidang studi yang diajarkan, maka Kellough (dalam Deden, 2011) mengemukakan profesionalisme guru antara lain sebagai berikut.
1.   Menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran yang diajarkan.
2.  Guru merupakan anggota aktif organisasi profesi guru, membaca jurnal profesional, melakukan dialog sesama guru, mengembangkan kemahiran metodologi, membina siswa dan materi pelajaran.
3.  Memahami proses belajar dalam arti siswa memahami tujuan belajar, harapan-harapan, dan prosedur yang terjadi di kelas.
4.  Mengetahui cara dan tempat memperoleh pengetahuan.
5.  Melaksanakan perilaku sesuai sesuai model yang diinginkan di depan kelas.
6. Memiliki sikap terbuka terhadap perubahan, berani mengambil resiko, dan siap bertanggung jawab.
7.  Mengorganisasikan kelas dan merencanakan pembelajaran secara cermat.
Walaupun segala perilaku guru selalu diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus perilaku guru yang berhubungan dengan profesinya. Hal ini berhubungan dengan pola tingkah laku dalam memahami, menghayati serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Pola tingkah laku guru yang berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya.
2.1.2 Pengertian Kinerja Profesional Guru
Kinerja profesional terdiri dari dua kata, yaitu kinerja dan profesional. Istilah kinerja sering diidentikkan dengan istilah prestasi. Istilah kinerja atau prestasi merupakan pengalih bahasaan dari kata Inggris ‘performance’. Terdapat beberapa pengertian mengenai kinerja dalam Utami (2011), yaitu sebagai berikut.
1. Mangkunegara mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2. Sulistiyani dan Rosidah menyatakan kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.
3. Bernandin dan Russell mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, definisi kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran atau tugas individu tersebut dalam suatu organisasi pada suatu periode tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari organisasi di mana individu tersebut bekerja.
Sedangkan profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian pada pendidikan dan jenjang pendidikanya atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, yang dimiliknya yang merupakan jalan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari apa yang berupa perkerjaanya.
Dengan demikian, kinerja profesional merupakan hasil kerja yang dicapai oleh individu dengan mempraktekkan suatu keahlian pada pendidikan dan jenjang pendidikanya pada suatu periode tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari organisasi di mana individu tersebut bekerja.

2.2 Sikap Profesional Guru
2.2.1 Sasaran Sikap Profesional Guru
Secara umum, sikap profesional seorang guru dilihat dari faktor luar. Akan tetapi, hal tersebut belum mencerminkan seberapa baik potensi yang dimiliki guru sebagai seorang tenaga pendidik. Menurut PP No. 74 Tahun 2008 pasal 1.1 Tentang Guru dan UU. No. 14 Tahun 2005 pasal 1.1 Tentang Guru dan Dosen, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalar pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU. No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1.4). Guru sebagai pendidik professional dituntut untuk selalu menjadi teladan bagi masyarakat di sekelilingnya. Berikut dijelaskan tujuh sikap profesional guru (dalam Ady, 2009).

1. Sikap Pada Peraturan
Pada butir sembilan Kode Etik Guru Indonsia disebutkan bahwa guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Kebijaksanaan pendidikan di negara kita dipegang oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan oleh aparatur dan abdi negara. Guru mutlak merupakan unsur aparatur dan abdi negara. Karena itu guru harus`mengetahui dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan. Setiap guru di Indonesia wajib tunduk dan taat terhadap kebijaksanaan dan peraturan yang ditetapkan dalam bidang pendidikan, baik yang dikeluarkan oleh Depdikbud maupun departemen lainnya yang berwenang mengatur pendidikan. Kode Etik Guru Indonesia memiliki peranan penting agar hal ini dapat terlaksana.

2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Dalam UU. No 14 Tahun 2005 pasal 7.1.i disebutkan bahwa guru harus memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. Sedangkan dalam Pasal 41.3 dipaparkan bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi profesi. Ini berarti setiap guru di Indonesia harus tergabung dalam suatu organisasi yang berfungsi sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Di Indonesia organisasi ini disebut dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Dalam Kode `Etik Guru Indonesia butir delapan disebutkan bahwa guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Ini makin menegaskan bahwa setiap guru di Indonesia harus tergabung dalam PGRI dan berkewajiban serta bertanggung jawabuntuk menjalankan, membina, memelihara, dan memajukan PGRI sebagai organisasi profesi, baik sebagai pengurus ataupun sebagai anggota. Hal ini dipertegas dalam dasar keenam kode etik guru bahwa guru secara pribadi maupun bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan martabat profesinya. Peningkatan mutu profesi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai kegiatan akademik lainnya. Jadi kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendidikan prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan dapat juga dilakukan setelah lulus dari pendidikan prajabatan ataupun dalam melaksanakan jabatan.

3. Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat Kode Etik Guru disebutkan bahwa guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. Ini berarti sebagai berikut.
a. Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya.
b. Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini ditunjukkan bahwa betapa pentingnya hubungan yang harmonis untuk menciptakan rasa persaudaraan yang kuat di antara sesama anggota profesi khususnya di lingkungan kerja yaitu sekolah, guru hendaknya menunjukkan suatu sikap yang ingin bekerja sama, menghargai, pengertian, dan rasa tanggung jawab kepada sesama personel sekolah. Sikap ini diharapkan akan memunculkan suatu rasa senasib sepenanggungan, menyadari kepentingan bersama, dan tidak mementingkan kepentingan sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain, sehingga kemajuan sekolah pada khususnya dan kemajuan pendidikan pada umumnya dapat terlaksana. Sikap ini hendaknya juga dilaksanakan dalam pergaulan yang lebih luas yaitu sesama guru dari sekolah lain.

4. Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila”. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia Indonesia yang seutuhnya.
Tujuan Pendidikan Nasional sesuai dengan UU. No. 2/1989 yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Kalimat ini mengindikasikan bahwa pendidikkan harus memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat dan utuh, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Dalam mendidik guru tidak hanya mengutamakan aspek intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial, maupun yang lainnya sesuai dengan hakikat pendidikan.
5. Sikap Tempat Kerja
Untuk menyukseskan proses pembelajaran guru harus bisa menciptakan suasana kerja yang baik, dalam hal ini adalah suasana sekolah. Dalam kode etik dituliskan bahwa guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar. Oleh sebab itu, guru harus aktif mengusahakan suasana baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode yang sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lain yang diperlukan.
Selain itu untuk mencapai keberhasilan proses pembelajaran guru juga harus mampu menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama perangkat sekolah, orang tua siswa, dan juga masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengundang orang tua sewaktu pengambilan rapor, membentuk BP3 dan lain- lain.

6. Sikap Terhadap Pemimpin
                  Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun yang lebih besar, guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan mulai dari cabang, daerah, sampai ke pusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar depdikbud, ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya sampai kementeri pendidikan dan kebudayaan. Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usulan dan kritik yang membangun demi pencapaian tujuan yang telah digariskan bersama dan kemajuan organisasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif dan loyal terhadap pimpinan.

7. Sikap Terhadap pekerjaan
Dalam undang-undang No.14 Tahun 2005 pasal 7 ayat 1, tentang guru dan dosen, disebutkan profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsi psebagai berikut.
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme
b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia
Hal ini berarti seorang guru sebagai pendidik harus benar-benar berkomimen dalam memajukan pendidikan. Guru harus mampu melaksanakan tugasnya dan melayani pesrta didik dengan baik. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu dapat menyesuaikan kemampuan dengan keinginan masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan para orang tuanya. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya.
Dalam butir keenam, guru dituntut secara pribadi maupun kelompok untuk meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru sebagaimana juga dengan profesi lainnya, tidak mungkin dapat meningkatkan mutu dan martabat profesinya bila guru itu tidak meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Berdasarkan pasal 7 ayat 1, disebutkan guru sebagai tenaga pendidik memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. Untuk meningkatkan mutu profesi, guru dapat melakukan secara formal maupun informal. Secara formal, guru dapat mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan dan waktunya. Pada umumnya, bagi guru yang telah berstatus sebagai PNS, pemerintah memberikan dukungan anggaran yang digunakan untuk meningkatkan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru ( Pasal 13 Ayat 1 ). Secara informal, guru dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui media massa ataupun membaca buku teks dan pengetahuan lainnya.
2.2.2 Pengembangan Sikap Profesional
Dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu profesional maupun layanannya, guru harus meningkatkan sikap profesionalnya. Ini berarti bahwa ketujuh sasaran penyikapan yang telah dibicarakan harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Hal tersebut dapat dilakukan baik dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan), yaitu sebadai berikut (dalam Soetjipto dan Kosasi, Raflis. 1994).
1. Pengembangan Sikap selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh karena itu, guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha, latihan, contoh-contoh, aplikasi penerapan ilmu, keterampilan, serta sikap profesional yang dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by product) dari pengetahuan yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat terbentuk sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar, karena belajar matematika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan penggunaan aturan dan prosedur yang telah ditentukan. Sementara itu tentu saja pembentukan sikap dapat diberikan dengan memberikan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus yang direncanakan, sebagaimana halnya mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang diberikan kepada seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
2. Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap profesional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara informal melalui media massa televisi, radio, koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap profesional keguruan.

2.3 Kinerja Profesional Guru

2.3.1 Pendidik sebagai Profesi
Di Indonesia, beberapa profesi masih pada taraf sedang berkembang, termasuk profesi pendidik. Dalam praktek di lapangan, tidak semua okupasi didukung dengan kemampuan profesi, karena kondisi pasar tenaga kerja, belum dirumuskannya standar profesi, lemahnya organisasi dalam mengontrol pengisian okupasi, dan penerapan pengetahuan dan keterampilan yang lebih dikontrol oleh profesi lain. Kondisi semacam ini akan semakin berbahaya apabila dibiarkan karena tidak ada kepastian kemampuan minimal yang harus dipenuhi dalam mengisi okupasi, jeleknya layanan publik, dan biasanya cenderung berdampak kepada penyalahgunaan kewenangan (malpraktek).
Menurut Saudagar dan Idrus (2009: 87-88), suatu jabatan dapat termasuk kategori profesi apabila memenuhi setidak-tidaknya lima syarat, yaitu sebagai berikut.
1. Didasarkan atas sosok ilmu pengetahuan teoretik (body of theoretical knowledge) yang disepakati bersama.
2. Komitmen untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilannya dalam praktek secara otonom dan berkekuatan monopoli.
3. Adanya kode etik profesi sebagai instrumen untuk memonitor tingkat ketaatan anggotanya dan sistem sanksi yang perlu diterapkan.
4. Adanya organisasi profesi yang mengembangkan, menjaga, dan melindungi profesi.
5. Sistem sertifikasi bagi individu yang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk dapat menjalankan profesi tersebut.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan, jelas membedakan antara pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik dipastikan merupakan tenaga profesional, yaitu yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembibingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Karena sebagai tenaga professional, pendidik harus memiliki kualifikasi minimal dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajarnya. Tidak semua tenaga kependidikan merupakan jabatan yang memerlukan keahlian profesional, karena termasuk dalam pengertian ini adalah tenaga administrasi dan penyelenggara pendidikan.
2.3.2 Peningkatan Kinerja Profesional Guru
1. Akuntabilitas Publik
Otonomi pengelolaan sekolah dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, pemerintah, dan stakeholder lainnya, seperti dana yang diterima, kualitas SDM guru, dan sumber daya lainnya harus diimbangi dengan meningkatnya tanggung jawab sosial terhadap institusi.
Otonomi dalam pengelolaan guru seharusnya lebih fleksibel. Kompensasi yang diterima guru seharusnya tidak mengacu pada sistem kompensasi PNS, tetapi didasarkan pada prestasi kerja dalam kurun waktu guru mempertahankan kinerja prima.
2. Pengembangan Total Quality Management dalam Pendidikan
Implementasi Total Quality Management (TQM) di bidang pendidikan secara fungsional dalam struktur organisasi lembaga pendidikan terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
a. Quality control, yang diperankan oleh guru sebagai lini depan pelaksanaan proses pembelajaran.
b. Quality assurance, yang dijalankan oleh para pemimpin menengah.
c. Quality management, yang merupakan tanggung jawab pucuk pimpinan.
TQM sebagai roh peningkatan mutu dalam pendidikan ada lima unsur, yaitu sebagai berikut :
a. Quality first, semua pikiran dan yindakan pengelola pendidikan harus memprioritaskan mutu.
b. Stakeholders-in, semua tindakan pengelola pendidikan ditujukan kepada kepentingan stakeholders.
c. The next process is our stakeholders, target utama dari proses pendidikan adalah kepuasan pengguna akhir.
d. Speak with data, setiap kebijakan atau keputusan dalam pengelolaan pendidikan harus berdasarkan hasil data yang teruji kebenarannya.
e. Upstream management, semua pengambilan keputusan dalam proses pendidikan dilakukan secara partisipatif.
3. Pengembangan Profesionalisme Guru
Ilmu pendidikan sebagai roh pengembangan profesi pendidikan mengkaji dan memberikan pemahaman cara tugas dan fungsi, serta perilaku pendidik yang professional dalam menciptakan suasana layanan pembelajaran yang mendidik dan menyenangkan.
4. Kompetensi dan Keterampilan Profesional Guru
Kompetensi merupakan kemampuan personal yang diperlukan pada suatu profesi tertentu yang berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai. Secara professional, kompetensi guru mengandung dua bidang kajian pokok, yaitu kompetensi akademik dan kompetensi etika profesi atau perilaku profesi.
Secara operasional, keterampilan perilaku profesi keguruan terwujud dalam bentuk tindakan atau perilaku pendidik dalam berkomunikasi dengan peserta didik, baik berupa kata-kata maupun dalam bentuk bahasa tubuh. Menurut Widana (2003:19) Ada beberapa keterampilan perilaku professional keguruan dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut.
a. Keterampilan bertanya
b. Keterampilan membimbing
c. Keterampilan menjelaskan
d. Keterampilan merangkum
e. Keterampilan memotivasi
f. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran
g. Keterampilan Mengelola kelas
h. Keterampilan memberi rangsangan (stimulus)
i. Keterampilan memberi penguatan
Setiap tindakan yang ditampilkan oleh pendidik atau guru merupakan cermin peserta didik dan konsekuensinya dapat berdampak positif atau negatif dalam pembentukan kepribadian dan perilaku peserta didik. Oleh karena itu, penerapan beberapa keterampilan perilaku professional keguruan perlu dilandasi nilai-nilai etika profesi yang selalu mengedepankan nilai dan martabat peserta didik.


 Makalah Kompetensi Guru Profesional. Sebagai profesi kemampuan guru ini erat kaitannya dengan keberhasilan guru sebagai seorang pendidik, dimana guru yang berkompeten maka guru tersebut berpeluang menjadi pendidik yang profesional. Dalam rangka pengembangan sumber daya manusia Indonesia, khususnya dalam wilayah otonomi daerah peran guru yang profesional punya andil dalam mewujudkannya. Oleh karena itu penulis perlu untuk mengkaji apakah guru-guru kita ini sudah kompeten atau belum, sudah profesional atau belum dalam menjalankan profesinya.
Hal ini mengingatkan kita akan terpuruknya bangsa Indonesia ini karena pembangunan di sektor perekonomian yang mengalami kegagalan sehingga kita mengalami masa krisis moneter yang berkepanjangan. untuk lebih lenkap makalah Kompetensi Guru Profesional silakan anda simak dibawah ini


B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut di atas, maka rumusan masalah ini adalah : “Bagaimana kompetensi guru dengan ekonomi yang kurang beruntung”.


C. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah
  1. Untuk mengetahui kompetensi guru dalam melaksanakan bimbingan belajar.
  2. Untuk mengetahui kompetensi guru dalam melakukan administrasi pembelajaran.
  3. Untuk mengetahui kompetensi guru dalam menguasai bahan/materi pelajaran
  4. Untuk mengetahui kompetensi guru dalam menyusun program pengajaran.

D. Batasan Nasalah

Makalah Ini Hanya Membahas Tentang Kompetensi Guru


A. Pengertian Profesi

Sumargi profesi guru adalah profesi khusus  luhur. Mereka yang memilih profesi ini wajib menginsafi dan menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan untuk mengabdi kepada sesama serta menjalankan dan menjunjung tinggi kode etik yang telah diikrarkannya, bu-kan semata-mata segi materinya belaka
Profesi guru adalah orang yang Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu (Makagiansar, M. 1996)

Profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. (Nasanius, Y. 1998)

Profesi Guru adalah orang yang Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik. (Galbreath, J. 1999)

Pencanangan guru sebagai sebuah profesi dapat dikatakan merupakan upaya pengakuan pemerintah atas jasa dan kerja keras mereka. Pengakuan ini menyejajarkan profesi guru seperti dokter, pengacara, dan berbagai profesi lain. Apakah dengan pengakuan ini dengan sendirinya kesejahteraan segera meningkat? Tentu saja tidak serta-merta demikian, jika pemerintah kemudian tidak menindaklanjuti dengan berbagai kebijakan yang mengarah kepada proses penyejahteraan guru.

Peristiwa ini mencerminkan betapa beratnya pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan guru dari sekadar okupasional menjadi sebuah profesi. Dari sisi kebijakan dalam soal pendidikan, tidaklah kondusif untuk mengantarkan guru untuk profesional. Dari segi kultur mendidik, itu menunjukkan para guru pun tidak mampu tertib mendengarkan presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Jika gurunya saja demikian, bagaimana mungkin mereka mampu menertibkan murid-muridnya di kelas?

Saat disebut "pemerintah daerah" berkaitan dengan "kesejahteraan", mereka pun kembali gaduh. Ini mengundang tanda tanya besar, ada apa dengan "pemda" dan para guru? Apakah guru tidak percaya lagi terhadap pemda yang akan dijadikan pilar untuk menyejahterakan mereka? Berbagai hal di atas menimbulkan pertanyaan, apakah bisa guru-guru kita profesional. Tapi apa pun yang terjadi, memang guru harus diperjuangkan untuk profesional.


B. Kompetensi Guru

Kemampuan melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab guru merupakan sebagian dari kompetensi profesionalisme guru. Moh Uzer Usman (2000:7) mengemukakan tiga
tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. (a) mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, (b) mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, (c) melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa. DG Armstrong dalam Nana Sudjana (2000:69) mengemukakan ada lima tugas dan tanggung jawab pengajar, yakni tanggung jawab dalam (a) pengajaran, (b) bimbingan belajar, (c) pengembangan kurikulum, (d) pengembangan profesinya, dan (e) pembinaan kerjasama dengan masyarakat.

Mohamad Ali (2000:4-7) mengemukakan tiga macam tugas utama guru, yakni (a) merencanakan tujuan proses belajar mengajar, bahan pelajaran, proses belajar mengajar yang efektif dan efisien, menggunakan alat ukur untuk mencapai tujuan pengajaran tercapai atau tidak, (b) melaksanakan pengajaran , (c) memberikan balikan (umpan balik).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat penulis simpulkan tentang tugas guru yaitu (a) tugas pengajaran, bimbingan dan latihan kepada siswa, (b) pengembangan profesi guru, (c) pengabdian masyarakat.
Untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab di atas, seorang guru dituntut memiliki beberapa kemampuan dan keterampilan tertentu. Kemampuan dan keterampilan tersebut sebagai bagian dari kompetensi profesionalisme guru. Kompetensi merupakan suatu kemampuan yang mutlak dimiliki oleh guru agar tugasnya sebagai pendidik dapat terlaksana dengan baik.

Pengertian dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan. Menurut Mc. Load dalam Moh Uzer Usman (2000:14) Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sedang yang dimaksud dengan kompetensi guru (teacher competency) merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru merupakan kemampuan guru dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai pengajar yang dilakukan secara bertanggung jawab dan layak.

Glasser dalam Nana Sudjana (2000:69) mengemukakan empat jenis kompetensi tenaga pengajar, yakni (a) mempunyai pengetahuan belajar dan tingkah laku manusia, (b) menguasai bidang ilmu yang dibinanya, (c) memiliki sikap yang tepat tentang dirinya sendiri dan teman sejawat serta bidang ilmunya , (d) keterampilan mengajar.


C. PROFESIONAL

Kemampuan profesional ini meliputi :

1. Menguasai landasan kependidikan
  • Mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
  • Mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat
  • Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar

2. Menguasai bahan pengajaran
  • Menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah
  • Menguasai bahan pengayaan

3. Menyusun program pengajaran
  • Menetapkan tujuan pembelajaran
  • Memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran
  • Memilih dan mengembangkan strategi belajar mengajar
  • Memilih dan mengembangkan media pengajaran
  • Memilihi dan memanfaatkan sumber belajar

4 Melaksanakan program pengajaran
  •  Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat
  • Mengatur ruangan belajar
  • Mengelola interaksi belajar mengajar

5 Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, yaitu :
  • Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran
  • Menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
    Berdasarkan paparan masing-masing ahli dapatlah penulis simpulkan tentang kompetensi guru yang berkaitan dengan tugas mengajar yaitu :
  • Kompetensi guru dalam melaksanakan bimbingan belajar
  • Kompetensi guru dalam melakukan administrasi pembelajaran.
  • Kompetensi guru dalam menguasai bahan/materi pelajaran.
  • Kompetensi guru dalam menyusun program pengajaran
  • Kompetensi guru dalam pengelolaan pembelajaran
  • Kompetensi guru dalam menguasai evaluasi pembelajaran.

Makin kuatnya tuntutan akan profesionalisme guru bukan hanya berlangsung di Indonesia, melainkan di negara-negara maju. Misalnya, di Amerika Serikat isu tentang profesionalisasi guru ramai dibicarakan mulai pertengahan tahun 1980-an. Hal itu masih berlangsung hingga sekarang.


C. Kode Etik Guru

Adanya sumpah profesi dan kode etik guru, menurut Achmad Sanusi, sebagai rambu-rambu, rem, dan pedoman dalam tindakan guru khususnya saat kegiatan mengajar. Alasannya, guru harus bertanggung jawab dengan profesi maupun hasil dari pengajaran yang ia berikan kepada siswa. Jangan sampai terjadi malapraktik pendidikan.

Direktur Program Pascasarjana Uninus, Prof. Dr. H. Achmad Sanusi, (”PR”/6/10) menyatakan, "Sebagai kalangan profesional, sudah waktunya guru Indonesia memiliki kode etik dan sumpah profesi." Saya sebagai guru merasa tertarik meluruskan pernyataan tersebut. Sebab, sebenarnya sebelum saya diangkat menjadi guru pun kode etik itu sudah ada.


Isi kode etik tersebut adalah
  1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila,
  2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional,
  3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan,
  4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menjunjung berhasilnya proses belajar-mengajar.
  5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan,
  6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya, 
  7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial,
  8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian,
  9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
    Yang menjadi masalah bagi kalangan pendidikan bukanlah belum adanya kode etik guru, melainkan sudah sejauh mana guru-guru di negeri ini mempelajari, memahami, dan mengaplikasikan kode etik guru tersebut, baik dalam mendidik anak bangsa ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, guru betul-betul menjadi suri teladan
  10. bagi seluruh komponen bangsa di mana pun berada.
             






Kesimpulan Peran Dan Profesi Guru

         Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa guru yang profesional adalah guru yang kompeten menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan
tinggi. Guru juga hendaknya memiliki kinerja profesional yaitu hasil kerja yang dicapai dengan mempraktekkan suatu keahlian pada pendidikan dan jenjang pendidikanya pada suatu periode tertentu. Sasaran sikap profesianal guru yang harus dimiliki guru yaitu :
1) Sikap pada peraturan
2) sikap terhadap operasi profesi
3) sikap terhadap teman sejawat
 4) sikap terhadap anak didik
5) sikap tempat kerja
6) sikap terhadap pemimpin
7) sikap terhadap pekerjaan
            Sikap profesional dapat dikembangkan ke dalam dua hal yaitu pengembangan sikap selama pendidikan prajabatan dan pengembangan sikap selama dalam jabatan. Kinerja profesional guru juga perlu diperhatikan.

Kesimpulan Kompentensi Guru

            Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggungjawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual maupun klasikal, baik disekolah maupun di luar sekolah, ini berarti seorang guru minimal memiliki dasar-dasar kompetensi sebagai wewenang dan kemampuan dalam nejalankan tugas. Untuk itu seorang guru perlu memiliki kepribadian, menguasai bahan pelajaran dan menguasai cara-cara mengajar sebagai dasar kompetensi. Bila guru tidak memiliki kepribadian, tidak menguasai bahan pelajaran dan cara-cara mengajar, maka guru akan gagal menunaikan tugasnya, sebelum berbuat lebih banyak dalam pendidikan dan pengajaran. Oleh Karena itu, kompetensi mutlak dimiliki guru sebagai kemampuan, kecakapan atau keterampilan dalam mengelola kegiatan pendidikan. Dengan demikian kompetensi guru berarti pemilikan pengetahuan keguruan, dan pemilikan keterampilan serta kemampuan sebagai guru dalam melaksanakan tugasnya.”.


SARAN UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA

Ø  Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan adapun beberapa saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :

a. Bagi mahasiswa
1) Mahasiswa sebagai calon guru diharapkan memperluas wawasan terkait sikap dan kinerja
     profesional guru.
2) Mahasiswa hendaknya menyiapkan diri sebagai calon guru dalam menunjujkan sikap dan
     kinerja yang profesional.
b. Bagi guru
1) Guru harus mengetahui sikap dan kinerja profesional yang dapat diterapkan di sekolah
    sesuai profesinya.
2) Guru hendaknya menciptakan hubungan yang harmonis serta dapat meningkatkan kualitas
    profesinya.
c. Bagi penulis lain
    Penulis lain diharapkan mencari referensi yang lebih relevan sebagai bahan dalam  
    pembuatan makalah guna menciptakan tulisan yang lebih bermanfaat khususnya untuk
    bidang pendidikan.




Ø  Guru yang profesional tidak hanya tahu akan tugas, peranan dan kompetensinya. Namun dapat melaksanakan apa-apa yang menjadi tugas dan perannya, dan selalu meningkatkan kompetensinya agar tercapai kondisi proses belajar mengajar yang efektif dan tercapai tujuan belajar secara optimal.